Asal Muasal Desa Gili-Bangkalan

Kontributor: Trio Apriliyanto

Menurut salah satu tokoh masyarakat setempat dan juga sekaligus menjabat sebagai kepala desa Gili Timur yaitu bapak Moh Kholil, asal usul nama Gili Timur berasal dari kali (sungai) yang bersumber dari mata air sebelah timur jalan raya.

Konon dahulu kala pada masa pemerintahan Pangeran Cakraningrat 1, terdapat tiga bersaudara yang dianggap suci yaitu, Baju (orang suci) bernama Achmad, Tarhes yang dikenal dengan nama Buju Bendo dan Robbo yang dikenal dengan sebutan Buju Markun.
Ketiga saudara tersebut bertapa (bersemedi) untuk mendapatkan air di salah satu dusun yang lebih kita kenal saat ini dengan nama dusun Sumber.

Tidak lama kemudian muncul sumber mata air yang berwarna kuning. Sumber mata air tersebut suatu kola dan lama kelamaan air semakin jernih. Pada saat itu sumber mata air tersebut tidak hanya berfungsi sebagai sarana mandi oleh masyarakat setempat tetapi juga konon airnya juga dipercaya dapat dijadikan obat segala macam penyakkit. Lokasi sumber mata air ini kini masih ada dan terletak di sebelah timur parbik Maduratex. Baca lebih lanjut

Desa Banasare

Kontributor: Lis ‘atul Mufida

Desa Banasare adalah sebuah Desa yang terletak di kecamatan Tubaru kabupaten Sumenep, Madura. Asal-usul dari nama Desa Banasare adalah diambil dari kata “Bana” yang berarti Hutan dan “Sare” yang berarti Bunga.

Sejarah singkat dari Desa Banasare sendiri adalah pada zaman dahulu Desa Banasare merupakan sebuah hutan di kabupaten Sumenep yang merukan satu-satunya hutan yang banyak di tumbuhi berbagai macam bunga yang memiliki keadaan alam yang strategis, seperti sumber air yang melimpah, ranah yang subur, dan sungai yang mengalir deras. Baca lebih lanjut

Sejarah Desa Beluk Raja

Kontributor: Lukas

Pada suatu hari hidup seorang suami istri, yang rumahnya dekat dengan bambu. Dan sebelahnya ada perjalanan air yang amat kecil dari sumber mata air yang di namakan hulu. Air yang mengalir amat kecil dari sumbernya penyebab kecilnya air karena ketutupan sesuatu barang yang amat besar yang dicari oleh masyarakat amat susah. Masyarakat desa tersebut kalau memasuki wilayah tersebut pasti kerasukan roh halus, yang cuman berani masuk wilayah tersebut adalah Ibu Sitti Hawa dan Bapak Agung Abdullah. Mereka adalah pasangan suami istri yang berani masuk wilayah yang amat angker itu.

Pasangan suami istri itu juga membangun rumah di dekat wilayah yang angker itu. Banyak masyarakat yang membincangkan pasangan suami istri itu karena di anggap oleh masyarakat desa itu  di sangka orang yang tidak waras. Desa itu menganggap orang yang hidup di tengah wilayah yang angker mereka hanya untuk mencari mati karena ke banyakan desa yang cuman lewat di tempat itu mereka langsung pingsan dan ngomong sendirian. Dan orang yang kena kerasukan itu pasti ngomongnya selalu minta sesajin apalagi ketika malam jumat keliwon. Baca lebih lanjut

Asal-Usul Pagar Batu

Kontributor: Heliyana

Di ujung paling timur dari Pulau Madura terletak sebuah kota bernama Sumenep. Konon di kota itu terdapat sebuah desa yang sangat indah. Nama desa itu adalah Pagarbatu. Pagarbatu merupakan salah satu desa yang sangat makmur dan masyaraktnya hidup sejahtera. Semua hal itu dapat terwujud, karena Pagarbatu dipimpin oleh seorang kepala desa yang arif dan bijaksana.

Kepala desa yang memimpin desa Pagarbatu mempunyai seorang putri yang bernama Hasiyah. Karena kecantikannya, telah banyak pria yang mencoba melamar Hasiyah. Bukan sekedar pria biasa yang melamar Hasiyah, melainkan para walikota dari berbagai kota sekitar. Namun, dari banyak pria yang mencoba melamar Hasiyah tak satupun yang diterima olehnya. Rumor Kecantikan Hasiyah telah tersebar kemana-mana. Meskipun telah banyak pria terhormat yang mencoba melamar Hasiyah. Hasiyah lebih mencintai seorang pria biasa bernama Hasbalah. Pada suatu malam Hasiyah menemui Hasbalah dan bercinta dengan nya. Baca lebih lanjut

Asal Mula Nama Dusun “Asamnunggal”

Kontributor: Cilvia Sabta Nura

Saya melaksanakan penelitian Madurese Studies tentang Foklore ini pada hari Kamis, 27 Desember 2012. Karena pada saat itu saya bertepatan dengan hari libur sekolah, jadi kesempatan besar untuk mendatangi tempat dimana menjadi tujuan saya. Penelitian ini saya laksanakan di Kabupaten Sumenep, tepatnya di Dusun Asamnunggal, Desa Kalianget Barat, Kecamatan Kalianget. Saya tertarik mengetahui asal mula nama dusun tersebut, karena dusun tersebut adalah tempat dimana banyak sanak keluarga saya yang tinggal disana.

Saya mulai mencari narasumber untuk saya wawancara, tidak lain adalah Nenek saya sendiri yang bernama Djumairah, beliau berumur (71) tahun. Beliau adalah warga asli dusun Asamnunggal. Beliau mempunyai satu putra dan dua putri. Putra beliau tidak lain adalah ayah saya. Beliau bekerja sebagai ibu rumah tangga. Suami beliau meninggal pada waktu pengeboman kapal di sekitar kelautan Maluku. Suami beliau atau kakek saya adalah seseorang yang bekerja di Pelayaran. Baca lebih lanjut

Ke’ Lesap

Kontributor: Rusmatul Wardah

Menurut cerita yang saya dapat dan saya dengardari Guru Bahasa Madura di sekolah yaitu bapak Abd. Syukur. Dulu dibangkalan ada seorang raja yang suka berkelana, keluar masuk desa-desa. Karena sebagai Raja yang berkuasa, kadang-kadang,jikalaudidesa bertemu dengan gadis cantik yang ditaksir dan kemudian dijadikan simpanannya.

Menurut cerita, suatu ketika Baginda Raja pergi kedesa pocong. Ia keluar masuk desa untuk mengetahui keadaan desa. Ketika sampai di suatu tempat, beliau bertemu dengan seorang gadis desa yang menjadi bunga desa di desa tersebut. Masyarakat pocong menyebutnya dengan sebutan Nye Pocong. Tidak lama kemudian,karena Raja itu berkuasa, kemudian Nye Pocong dijadikannya istri. Setelah beberapa lama Baginda Raja Bangkalan  mempunyai anak laki-laki dengan Nye Pocong. Anak laki-laki yang baru lahir itu olehBaginda Raja Bangkalan diberi nama Ke’ Lesap. Baca lebih lanjut

Islam Ongguk

Kontributor: Hilda Fakhiroh

Penyebaran agama islam di Madura tidak lepas dari perjalanan sejarah kerajaan di wilyah Madura Barat. Raden Pragolbo sang penguasa Keraton Plakaran (sekarang masuk wilayah kabupaten Bangkalan) di kenal dengan julukan Pangeran Ongguk. Salah satu keunikan  Raden Pragolbo yaitu masuk islam dengan hanya mengangguk. Makam Sang Pangeran terlatak di kompleks pemakaman agung atau pesarean di kecamatan Arosbaya- Bangkalan bersama sejumlah kerabat kerajaan  lainnya. Kompleks pemakaman ini diakui sebagai salah satu cagar purbakala. Sebagai salah satu keturunan raja Majapahit, Brawijaya V, Raden Pargolbo adalah pemeluk Hindu yang taat begitu pula rakyatnya pada tahun 1531 M. Baca lebih lanjut

Pageran Ronggosukowati

Kontributor: Nurmufida

Pangeran Ronggosukowati dikenal sebagai pendiri kota Pamekasan yang membangun tata kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Pangeran Ronggosukowati naik tahta menggantikan ayahnya pada tahun 1530. Untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, beliau banyak berbuat dengan jalan membenahi dan membangun Kota Pamekasan agar setaraf dengan kota-kota lain di Pulau Madura, diantara hasil karya beliau adalah:

  1. Keraton Mandilaras dan gedung Pemerintahan, sejak pemerintahan Pangeran Ronggosukowati inilah terbentuknya suatu pemerintahan yang terorganisir, tertib dan teratur.
  2. Masjid Jamik sebagai tempat peribadatan.
  3. Tangsi (asrama) Prajurit di sebelah timur keraton, sebagai tempat pendidikan para pemuda dan calon prajurit yang tangguh.
  4. Rumah Penjara yang tempatnya agak jauh dari keraton.
  5. Jalan silang di tengah-tengah Kota Pamekasan, dan di sebelah timurnya ada Kebun Raja.
  6. Makam Umum yang berada di sebelah utara agak jauh di belakang keraton.
    Kolam ikan yang diberi nama Kolam Si Ko’ol. Baca lebih lanjut

Bi ibih

Kontributor: Habibaturrahmah Murtadlo

Cerita tentang makhluk halus “wewe gombel” tidak hanya terdapat di pulau Jawa, akan tetapi cerita ini juga terdapat di pulau Madura. Masyarakat Madura menyebut wewe gombel dengan istilah “biibih”. Kebenaran dari cerita tentang wewe gombel menjadi kepercayaan masyarakat Madura dan telah di akui oleh seluruh desa di berbagai kabupaten yang ada di Madura.

Kisah tentang biibih (wewe gombel) bermula dari kepercayaan masyarakat Madura sejak jaman dahulu. Para orang tua melarang anak-anak mereka untuk tidak keluar rumah pada saat “duk be duk” (adzan dzuhur) dan  “sorob” (menjelang maghrib). Hal ini mereka lakukan sebab mereka takut biibih akan menculik anak mereka. Baca lebih lanjut

Asal Muasal Nama Desa Banyubunih-Galis

Kontributor: Kholily Al Ghozali

Dahulu kala ada kuda yang kehausan minta-minta air sisa cucian piring (RAKORA). Kuda itu minta air di desa lantek dari pintu ke pintu di desa lantek itu namun tidak ada satu orangpun yang memberi air pada kuda tadi, sehingga kuda tadi terus berjalan ketimur dan terus ketimur sehingga sampai ke suatu desa. Kuda tadi minta air sisa cucian piring kesalah satu orang yang berpenghuni didesa tadi dan orang tadi memberi sisa air cucian dan kuda tadi meminumnya.

Setelah di minum air tadi, lalu kuda pergi kesuatu tempat. Di tempat itu kaki nya di  gesek-gesekkan ketanah (I kar kar) sehingga menjadi suatu galian yang dalam kira-kira satu meter. Di galian itu, kuda tadi belum menemukan sumber air dan kuda tadi pindah ke tempat yang lain sampai tiga kali galian namun belum jugak menemukan sumber air. Lama kelamaan kuda tadi pergi dari desa tadi karena tidak menemukan sumber air Baca lebih lanjut